PPh 25/29

Pajak adalah iuran atau pungutan yang ditetapkan negara sebagai salah satu sumber pendapatannya. Ketetapan tersebut diatur dalam undang-undang yang sifatnya bisa dipaksakan. Dari sekian banyak pajak yang berlaku di Indonesia, pajak penghasilan (PPh) menjadi salah satu yang akrab dengan masyarakat selain pajak pertambahan nilai (PPN). Pajak penghasilan (PPh) yang berlaku di Indonesia terbagi menjadi menjadi beberapa jenis. Salah satunya yang tidak asing adalah PPh Pasal 21, yang punya kaitan dengan penghasilan atau gaji yang didapat.

Di luar itu, ada satu PPh yang tak boleh terlupakan yang ada hubungannya dengan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), yaitu PPh Pasal 29. Apa itu PPh Pasal 29 dan bagaimana penerapannya? Penjelasan di bawah ini akan membantu Anda untuk memahami lebih jauh mengenai PPh Pasal 29.

PPh Pasal 29 memang kalah populer jika dibandingkan dengan PPh lainnya. Terlebih PPh Pasal 29 masih terdengar asing di telinga banyak orang. PPh Pasal 29 adalah bagian dari rangkaian sejumlah pajak penghasilan yang harus Anda pelajari dan ketahui. Berbeda dengan PPh yang lain, PPh Pasal 29 hanya dihitung serta dibayar sekali di dalam tahun pajak. Yang artinya akan dilaporkan saat Anda melaporkan SPT Tahunan, baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, PPh Pasal 29 adalah PPh Kurang Bayar (KB) yang telah tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yakni sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan juga PPh Pasal 25.

PPh Kurang Bayar Harus Sudah Dilunasi Sebelum Dikeluarkannya SPT

Jika terdapat PPh kurang bayar, Wajib Pajak (WP) berkewajiban untuk melunasi kekurangan dari pembayaran pajak yang terutang sebelum dikeluarkannya SPT Pajak Penghasilan. Jika tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan dari pajak tersebut harus sudah dilunasi paling lambat 31 Maret untuk Wajib Pajak Orang Pribadi atau 30 April untuk Wajib Pajak Badan (WPB) sesudah tahun pajak berakhir.

PPh Pasal 29 wajib disetor dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), yakni paling lambat sebelum SPT Tahunan dilaporkan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ataupun pada akhir bulan ke-3 tahun pajak berikutnya bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Sementara bagi Wajib Pajak Badan (WPB), penyetorannya dilakukan paling lambat pada akhir bulan ke-4 tahun pajak berikutnya.

PPh FINAL

Pajak Penghasilan Final (PPh Final) merupakan salah satu cara pemerintah menarik pajak dari wajib pajak dengan cara yang sederhana. Disebut sederhana karena wajib pajak dapat menghitung pajak dengan sekali hitung yaitu, penghasilan bruto kali tarif. Tidak ada tarif progresif, tidak ada biaya yang harus dikurangkan, dan tidak dapat dikreditkan di SPT Tahunan. Sekali bayar PPh Final, beres urusan.
Keuntungan PPh Final, yaitu : sederhana, dan mudah dilakukan oleh orang awam sekalipun. Sedangkan kerugiannya berkaitan dengan rasa keadilan. Tidak ada istilah rugi bagi PPh Final. Juga tidak ada tarif progresif sehingga semua membayar dengan tarif yang sama, baik non pengusaha maupun bagi pengusaha konglomerat.Berikut ini adalah penghasilan-penghasilan yang dikenakan PPh Final

Penghasilan yang diterima/diperoleh dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek, terdiri dari tarif 0,1% untuk saham bukan pendiri; dan tarif 0,6% untuk saham pendiri.

  1. Penghasilan yang diterima/diperoleh berupa bunga dan atau diskonto obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek, tarifnya 20%
  2. Penghasilan bunga deposito, termasuk simpanan pada Bank Dalam Negeri yang memiliki cabang di Luar Negeri, bunga tabungan, jasa giro, dan diskonto SBI, tarifnya 20%
  3. Penghasilan berupa hadiah undian, tarifnya 25%. Tarif PPh hadiah berbeda antara hadiah undian dengan hadiah bukan undian. Ciri hadiah undian antara lain bersifat spekulasi, untung-untungan. Penghasilan hadiah bukan undian tidak final.
  4. Penghasilan sewa tanah dan/atau bangunan, tarifnya 10%.
  5. Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, pengalihan lebih luas daripada jual beli, yang diterima oleh : [1] WP Badan yang usaha pokoknya bukan jual beli tanah dan bangunan; [2) WP Orang Pribadi, Yayasan dan organisasi sejenis; [3] Sewa Guna Usaha dengan hak opsi atau capital lease; [4] Sale and lease back; [5] Perjanjian Bangunan Guna Serah (Built Operate and Transfer); semua tarifnya 5%.
  6. Penghasilan selisih lebih karena revaluasi aktiva tetap, tarifnya 10%

PPh Final diatas, 1). sampai dengan 6)., termasuk PPh Pasal 4 (2).

  1. Pelayaran Dalam Negeri, tarifnya 1,2%
  2. Penerbangan Dalam Negeri, tarifnya 1,8%
  3. Pelayaran dan atau Penerbangan Luar Negeri, tarifnya 2,64%
  4. Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia, tarinya 0,44%

PPh Final diatas, 1). sampai dengan 4)., termasuk PPh Pasal 15.

  1. Uang tebusan pensiun, uang THT atau JHT, uang pesangon yang diterima pegawai atau mantan pegawai, terdiri dari empat macam tarif : [1] tarif 5% untuk Rp.25 juta sampai dengan Rp.50 juta; [2] tarif 10% untuk Rp.50 juta sampai dengan Rp.100 juta; [3] tarif 15% untuk Rp.100 juta sampai dengan Rp.200 juta; dan [4] tarif 25% untuk diatas Rp. 200. juta
    Contoh : si Dadap di PHK dan mendapatkan pesangon sebesar Rp. 300 juta. Maka perhitungan PPh Final atas uang pesangon tersebut :
    0,- sampai dengan Rp.25 juta, PPh Finalnya Nihil
    Rp.25 juta s.d. Rp.50 juta, Rp.25.000.000 x 5% = Rp.1.250.000
    Rp.50 juta s.d. Rp.100 juta, Rp.50.000.000 x 10% = Rp.5.000.000
    Rp.100 juta s.d. Rp.200 juta, Rp. Rp.100.000.000 x 15% = Rp.15.000.000
    Diatas Rp.200 juta, Rp.100.000.000 x 25% = Rp.25.000.000
    Total PPh Final yang harus dibayar Rp.46.250.000

PPh Final diatas termasuk PPh Pasal 21.

  1. Penjualan Hasil Produksi Tertentu di Dalam Negeri, yaitu ada tujuh produk : [1] Industri rokok, tarifnya 0,15% dari harga bandrol; [2] BBM jenis Premium, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,25%; [3] BBM jenis Solar, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,25%; [4] BBM jenis Pertamax / Pertamax plus, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,25%; [5] BBM jenis Minyak Tanah, untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,3%; [6] BBM jenis gas / LPG, untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,3%; [7] Pelumas Pertamina di SPBU Pertamina, tarifnya 0,3%

PPh Final diatas termasuk PPh Pasal 22.

  1. Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi yang Jumlahnya Melebihi Rp240.000/Bulan, tarifnya Rp. 15% dari penghasilan bruto
    PPh Final diatas termasuk PPh Pasal 23

Tarif PPh Final UKM

Tarif PPh Final UKM yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebesar 1% yang dikenakan atas:

  • Peredaran bruto (omzet) usaha sebesar Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak terakhir.
  • Jika peredaran bruto kumulatif pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp 4,8 miliar dalam suatu tahun pajak, wajib pajak tetap dikenai tarif PPh Final 1 persen sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan.
  • Jika peredaran bruto wajib pajak telah melebihi Rp 4,8 miliar pada suatu tahun pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak pada tahun pajak berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Dasar Pengenaan Tarif PPh final UKM

Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh Final adalah jumlah peredaran bruto (omzet) setiap bulan yang dikalikan tarif PPh final 1 persen.

Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.

Kompensasi PPh Final/Pajak UKM

Wajib pajak yang dikenakan PPh Final / pajak UKM dapat melakukan kompensansi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai tarif PPh Final dengan ketentuan berikut:

  • Kompensasi kerugian dilakukan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun pajak.
  • Kerugian suatu tahun pajak dikenakannya PPh Final tidak dapat dikompensasikan ke tahun pajak berikutnya.

Wajib Pajak UKM yang Dikenakan PPh Final

Berikut ini kriteria wajib pajak UKM yang dikenakan dan tidak dikenakan tarif PPh Final/pajak UKM. Wajib pajak yang dikenakan tarif PPh Final / pajak UKM adalah:

  1. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan yang tidak termasuk bentuk usaha tetap
  2. Menerima penghasilan dari usaha, tetapi tidak termasuk penghasilan dari jasa yang berhubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak.

Tidak termasuk wajib pajak yang dikenakan PPh Final/pajak UKM adalah:

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya, yaitu:
    • menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
    • menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
  2. Wajib Pajak badan yang:
    • belum beroperasi secara komersial; atau
    • Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto (omzet) melebihi Rp 4,8 miliar.

PPh 21

PPh 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri. Setelah mengetahui apa itu PPh 21, lalu pekerjaan apa sajakah sebenarnya yang dikenai wajib pajak PPh 21? Mari kita simak daftar pekerjaan yang dikenai wajib pajak PPh 21 di bawah ini.

Berdasarkan undang-undang pajak penghasilan, pph pasal 21 adalah pajak yang dipotong terhadap penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Pemotong pph pasal 21, yaitu:

  1. pemberi kerja yang memberi gaji, upah, honor atau imbalan yang sehubungan dengan pekerjaan baik yang diberikan kepada pegawai/karyawan tetap maupun tidak tetap. Misalnya anda bekerja di sebuah perusahaan swasta, apabila gaji atau penghasilan anda dalam sebulan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) maka atas penghasilan tersebut wajib dipotong pph pasal 21;

  2. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honor atau imbalan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan baik yang dibayarkan kepada pegawai tetap/tidak tetap maupun bukan pegawai. Misalnya anda mendapatkan order jasa perbaikan/ perawatan AC pada kantor Gubernur di daerah anda. Atas penghasilan atau imbalan yang anda peroleh wajib dipotong pph pasal 21 oleh bendahara pemerintah pada kantor gubernur tersebut;

  3. dana pensiun atau badan lain yang membayar uang pensiunan. Misalnya anda pensiunan Pegawai Negeri Sipil, atas penghasilan pensiun yang anda peroleh wajib dipotong pph pasal 21 jika penghasilannya melebihi PTKP;

  4. badan yang membayar honor sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas. Misalnya seorang pengacara dikontrak PT ABC dalam menangani kasus hukum yang sedang dialami oleh PT tersebut. Atas honor yang diterima oleh pengacara tersebut wajib dipotong pph pasal 21 oleh PT ABC;

  5. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan kegiatan. Misalnya PT XYZ sedang menyelenggarakan kontes blog search engine optimization (seo). Nantinya pemenang sesuai kriteria akan memperoleh hadiah yang telah disepakati bersama. Atas pembayaran/ penyerahan hadiah kepada pemenang kontes wajib dipotong pph pasal 21 oleh penyelenggara kontes.

Selain pemotong yang telah saya jelaskan diatas, ternyata ada pemberi kerja yang dikecualikan sebagai pemotong. Pemberi kerja tersebut yaitu kantor perwakilan negara asing (misalnya dubes amerika di Indonesia) dan organisasi-organisasi internasional (Organisasi PBB seperti WHO yang berkedudukan di Indonesia)

Tarif PPh Pasal 21

Setelah kita memahami konsep pemotongan pph pasal 21, sekarang saya akan membahas bagaimana penghitungan beserta tarif pph pasal 21 menurut undang-undang pajak penghasilan. Sebenarnya tarif pph pasal 21 sudah saya jelasakan pada artikel sebelumnya, jika anda ingin membacanya silakan klik tarif pph 21,   sedangkan untuk rumus penghitungan pph pasal 21 bagi pegawai tetap, anda bisa menuju ke perhitungan pph 21. Sebenarnya, tarif pph pasal 21 mengacu pada tarif umum pajak penghasilan sebgaimana yang tertuang dalam pasal 17 ayat (1) undang-undang pajak penghasilan. Tarif tersebut bersifat progresif yang artinya persentase pemotongan akan semakin besar apabila gaji, imbalan  atau penghasilan yang diterima juga besar. Untuk lebih jelasnya berikut ini tarif pph pasal 21 berdasarkan lapisan penghasilan kena pajak :

  1. sampai dengan 50 juta, tarif pph pasal 21 sebesar 5%

  2. diatas 50 juta s.d. 250 juta, tarif pph pasal 21 sebesar 15%

  3. diatas 250 juta s.d. 500 juta, tarif pph pasal 21 sebesar 25%

  4. diatas 500 juta, tarif pph pasal 21 sebesar 30%

Tarif pph pasal 21 diatas khusus untuk pemotongan bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Sedangkan pemotongan bagi wajib pajak luar negeri menggunakan tarif 20% sebagaimana yang diatur dalam uu pph pasal 26.